Komisi III DPRD Cilegon Sorot Minimnya Kontribusi Industri untuk Kerek PAD

0
193
Anggota DPRD Kota CIlegon, Rahmatulloh. (Foto Dok Selatsunda.com)

CILEGON, SSC – Anggota DPRD Kota Cilegon yang juga Wakil Ketua Komisi III DPRD Cilegon, Rahmatulloh meminta agar Pemerintah Kota Cilegon dapat mengerek Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memacu kontribusi industri. Hal ini disampaikannya karena minimnya kontribusi industri terhadap PAD Cilegon.

Rahmatulloh melihat, minimnya pendapatan daerah dari sektor industri melalui kerangka regulasi yang berlaku, khususnya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menjadi landasan kewenangan fiskal pemerintah daerah.

Pada UU tersebut, kata Rahmatulloh, jelas diatur bahwa tidak semua aktivitas industri dapat dipungut pajak oleh daerah. Seperti sebagian besar pajak besar seperti PPh Badan atau PPN merupakan kewenangan pemerintah pusat.

Meskipun begitu, papar Rahmatulloh, berbagai instrumen fiskal daerah seperti PBB-P2, retribusi jasa umum, retribusi perizinan tertentu, dan pungutan atas pemanfaatan aset daerah sebenarnya masih memiliki ruang optimalisasi yang besar bila Pemkot dapat kelola secara serius dan berbasis data.

Kemudian, kata dia, jika melihat data empiris, sejujurnya tidak ada alasan objektif bagi Kota Cilegon mengalami stagnasi pendapatan dari sektor industri. Dari data BPS Kota Cilegon menyebutkan bahwa struktur ekonomi Cilegon sangat jelas menunjukkan dominasi industri.

Papar Rahmatulloh, BPS mencatat bahwa sektor industri pengolahan menyumbang 56,16 persen dari total PDRB kota. Jika kita konversi terhadap total PDRB 2024, maka nilai tambah sektor industri berada pada skala puluhan trilIun per tahun.

“Ini adalah basis ekonomi yang sangat besar, tetapi realisasi PAD yang berasal dari kawasan industri belum mencerminkan potensi tersebut,” ucap Rahmatulloh.

Tidak itu saja pada tahun 2025, ketika ekonomi global masih fluktuatif, BPS mencatat nilai PDRB Cilegon Triwulan I 2025 mengalami peningkatan. Sehingga dikatakan bahwa aktivitas ekonomi industri tetap tumbuh stabil.

“Sementara itu indikator sosial  menunjukkan bahwa daya dukung sosial-ekonomi dan kapasitas fiskal Cilegon seharusnya cukup kuat untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah,” terangnya.

Dari data tersebut, Pihaknya melihat terdapat kontradiksi yang jelas. Bahwasannya Cilegon adalah kota industri, tetapi belum menjadi kota dengan PAD kuat dari industri. Ini bukan karena industrinya kecil, tetapi karena tata kelola fiskal daerahnya yang belum optimal.

Oleh karenanya, pihaknya meminta Pemkot harus melakukan pembaruan total terhadap administrasi perpajakan dan retribusi industri.  Antara lain melalui pemutakhiran data objek dan subjek pajak di seluruh kawasan industri.

Kemudian, tarif NJOP kawasan industri juga diminta ditinjau kembali agar relevan dengan nilai ekonomi aktual.

Selain itu, Pemkot juga diminta menata ulang retribusi izin, retribusi jasa lingkungan, dan layanan khusus yang memang diperbolehkan oleh UU PDRD.

Kemudian juga pentingnya penegakan kepatuhan industri terhadap kewajiban perizinan daerah dan pemanfaatan ruang.

Yang juga diminta, kata Rahmatulloh, Pemkot dapat menjalankan pengawasan PAD dengan sistem digitalisasi.

“Digitalisasi pengawasan PAD berbasis sistem terpadu lintas-OPD agar tidak lagi terjadi kebocoran dan under-reporting,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, DPRD sebagai mitra Pemkot khususnya di Banggar dan Komisi III yang membidangi pendapatan daerah, mendorong Pemkot Cilegon untuk menggunakan seluruh kewenangan fiskal yang diperbolehkan undang-undang. Itu disarankannya sekaligus menutup celah-celah yang selama ini membuat potensi besar industri tidak bertransformasi menjadi PAD nyata.

“Namun demikian perlu saya tegaskan bahwa pendekatan kita harus seimbang, yaitu menjaga iklim investasi tetap menarik, namun memastikan bahwa manfaat ekonomi industri berkontribusi lebih besar bagi kesejahteraan warga Cilegon lewat PAD yang digunakan untuk pelayanan publik dan infrastruktur,” pungkasnya. (Ronald/Red)