SERANG, SSC – Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus clandestine laboratory di sebuah rumah mewah yang berlokasi di Kelurahan Lialang, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, Provinsi Banten. Dari tangan kesepuluh tersangka, Tim BNN mengamankan barang bukti berupa 971 ribu butir narkotika jenis PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol).
Adapun kesepuluh tersangka yang diamankan yakni berinisial DD, AD, BN, RY, BU, FS, AC, JF, HZ dan LF.
Kasus produksi ratusan ribu pil obat terlarang itu awalnya dibongkar BNN saat melakukan penyelidikan dengan pemantauan terhadap paket berupa 16 karung yang dikirim melalui jasa ekspedisi pada Jumat (27/9/2024). Dari hasil pemeriksaan diketahui karung tersebut berisi 960.000 butir pil putih. Setelah dilakukan uji True Narc, pil tersebut mengandung narkotika jenis PCC.
Atas temuan tersebut, Tim BNN langsung bergerak mengamankan tersangka DD yang saat itu mengirimkan paket karung berisi PCC serta berhasil membongkar aktivitas clandestine laboratory dan melakukan penggeledahan di sebuah rumah yang berada di Lingkungan Gurugui Timur, Kecamatan Taktakan, Kota Serang.
Saat penggeledahan ditemukan barang bukti sisa hasil produksi jenis pil PCC sebanyak 11.000 butir dan dalam bentuk serbuk seberat 2.800 gram. Tim BNN kemudian melakukan pengembangan dan mengamankan tersangka lainnya, yaitu AD (sebagai pengawas produksi), BN (sebagai pemasok bahan), RY (sebagai koorinator keuangan), dan dua narapidana, masing-masing berinisial BY (berperan sebagai pengendali) dan FS (berperan sebagai buyer).
Setelah mengamankan enam tersangka, Tim BNN melanjutkan operasi secara intensif di beberapa titik, seperti Ciracas, Jakarta Timur, Lembang, Jawa Barat, dan Serang, Banten, Sabtu (29/9/2024). Dari operasi itu, Tim BNN mengamankan AC (Pengemas Hasil Jadi), JF (sebagai Kokil Pemasak), HZ (sebagai pemasok bahan), dan LF (sebagai pemasok bahan dan pengemas hasil jadi) yang terlibat dalam produksi dan distribusi narkotika jenis PCC tersebut.
Dari pengembangan terhadap Tersangka HZ dikediamannya di wilayah Ciracas Pasar Rebo Jakarta Timur, Tim menemukan 2 buah Mesin cetak tablet Otomatis dan beberapa bubuk yang mengandung Paracetamol.
Dari pengungkapan kasus clandestine laboratory ini, selain menangkap 10 orang tersangka dan barang bukti narkotika berupa 971.000 butir PCC, Tim BNN juga mengamankan alat dan bahan yang digunakan para tersangka untuk memproduksi PCC.
Kepala BNN RI, Komjen Pol Marthinus Hukom mengatakan, operasi pengungkapan kasus produksi narkotika jenis PCC sebanyak 971.000 butir merupakan hasil kerja sama seluruh stakeholder baik BNN dengan Polri, BPOM dan Kementerian Hukum dan HAM serta masyarakat.
“Didepan kita ini adalah produksi atau hasil produksi dari tersangka yang kita tangkap kurang lebih 10 orang,” ungkap Kepala BNN RI Marthinus Hukom saat pengungkapan kasus perkara kepada media di lokasi, Rabu (2/10/2024).
Hokum mengungkapkan, dari 971 ribu butir PCC yang disita pihaknya, ada sebagian besar yang belum ditemukan. Dari penelusuran Tim BNN, para tersangka telah memproduksi 6,9 juta butir PCC.
Maka dari itu, pihaknya memerintahkan jajarnyanya untuk mengejar pelaku lain yang menerima barang-barang tersebut. Ia memohon doa dan dukungan dari masyarakat agar dapat membongkar hingga ke akar-akarnya.
“Seperti yang dilihat ini hasil sitaan yang disita di ekspedisi. Kita mengikuti mereka, pertama mereka sudah total produksinya 345 coli atau 6,9 juta butir. Dimana satu koli itu 20 ribu butir. Yang kita temukan disini, PPC sendiri hampir 1 juta artinya sudah ada barang yang lewat, sudah adalah lintasan,” ucapnya.
“Saya perintahkan untuk mengejar, siapa yang menerima barang barang ini. Saya mohon dukungan masyarkat, dukungan doa dan moril untuk mengejar sampai ke akar-akarnya,” sambungnya.
“Ini harus kita lakukan, masih bayak yang belum kita temukan. Ada kurang lebih 4 sampai 5 juta butir yang sudah tersebar. Di Jawa Timur, di Banjarmasin, Jakarta. Ini tugas besar kita untuk menyelematkan masyarakat dari para pengedar,” lanjutnya.
BNN RI dalam pengungkapan kasus tersebut juga menelusuri peralatan produksi yang digunakan oleh tersangka.
Direktur Psikotropika dan Prekursor BNN RI, Brigjen Pol Aldrin Hutabarat menambahkan, berdasarkan keterangan Tersangka berinisial BY (Pengendali), diketahui bahwa mesin cetak pil tersebut dibeli pada tahun 2016 dan 2019 seharga Rp 80 juta sampai dengan Rp 120 juta.
Sedangkan untuk mesin mixer (pengaduk) dibeli pada tahun 2016 seharga Rp 17,5 juta. Semua mesin-mesin tersebut dibeli secara langsung kepada seseorang yang berinisial IS.
Ia menyatakan, BY yang juga merupakan pemilik rumah mewah tersebut merupakan seorang narapidana kasus narkotika yang tengah mendekam di penjara sejak Tahun 2023 lalu. Sejak Bulan Juli tahun 2024 sampai saat ini, JF (sebagai koki/pemasak) sudah mencetak Narkotika Gol.l jenis PCC sebanyak 6.900.000 butir.
Dari awal penemuan BB 960.000 butir PCC, total keseluruhan barang bukti pil PCC, baik yang ada di rumah produksi (TKP) maupun yang akan didistribusikan berjumlah 971.000 butir, untuk harga pasaran pil PCC perbutirnya yaitu seharga Rp.150.000 bila dikalikan dengan jumlah BB saat ini maka akan bernilai Rp. 145,65 miliar.
Selain itu juga ada beberapa Barang Bukti berupa obat-obatan jenis Tramadol dalam bentuk serbuk dengan berat 75.000 gram, dengan berat tersebut bila diolah akan menjadi 1,5 juta tablet, sementara untuk harga Tramadol perbutirnya yaitu seharga Rp. 10.000, sehingga jika dikalikan dengan jumlah BB saat ini maka akan bernilai Rp. 15 miliar dan obat-obatan Trihexphenidyl sebanyak 2.729.500 butir, untuk harga pasaran perbutirnya yaitu seharga Rp. 2.000, jika dikalikan dengan jumlah BB saat ini maka akan bernilai Rp. 5,459 miliar.
“Dengan pengungkapan kasus clandestine laboratory di Serang, Banten yang memproduksi PCC sebanyak 971.000 pil tersebut, BNN dapat menyelamatkan 971.000 anak bangsa dari potensi penyalahgunaan narkotika,” terangnya.
Para tersangka, kata Aldrin, dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) subsider Pasal 113 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) lebih subsider Pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup. (Ronald/Red)