
CILEGON, SSC – Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Cilegon menyatakan, Gedung Assessment Center Cilegon saat ini masih belum dapat digunakan. Untuk menggunakan gedung tersebut perlu melakukan berbagai tahapan. Diantaranya ditahap awal harus membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Uji Kompetensi Pegawai atau asesmen center dan perlu akreditasi lembaga terkait.
Kepala BKPSDM Kota Cilegon, Joko Purwanto, mengatakan, saat ini BKPSDM tengah menjalani proses pembentukan lembaga UPT secara paralel. Ia menyatakan, Gedung Eks Kantor Kejari itu direhabilitasi menjadi Gedung Asesmen Center. Pasca direhab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), gedung itu telah diserahkan ke BKPSDM.
“Terkait asesmen center kan baru diserahkan gedungnya itu ke kami, setelah direhab oleh PU tahun kemarin, baru kemarin selesai diperiksa oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Setelah itu resmi asetnya diserahkan ke BKPSDM. Kita rencana peruntukkannya untuk UPT uji kompetensi pegawai atau asesmen center,” ujar Joko, Belum lama ini ditulis Selatsunda.com, Senin (7/4/2025).
Joko menyatakan, rencana pengoperasian gedung tersebut tengah pararel dengan proses tempuh beberapa tahapan. Saat ini tengah proses pembentukan UPT di internal Pemkot.
“Cuma, sampai saat ini kita paralel, gedung ada, kita sedang siapkan ke lembaga UPT-nya. UPT-nya itu belum selesai, lagi berproses di bagian organisasi dan provinsi,” terangnya.
Untuk pembentukan UPT, kata Joko, hal ini memerlukan peraturan wali kota (Perwal) Cilegon. Namun sebelum itu perlu mendapat persetujuan dari Gubernur.
“Pakai Perwal, diusulkan dari saya, proses di bagian organisasi, organisasi sudah selesai semua, gubernur menyetujui baru diperwalkan,” papar Joko.
Pararel dengan hal itu, kata Joko, BKPSDM telah menyiapkan 4 asesor dari total 14 orang yang mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) asesor. Keempatnya telah lulus dan dilantik secara hukum sebagai asesor.
“Setelah itu jadi kita sudah siap empat asesor kita. Dari 14 orang yang ikut diklat asesor, yang empat sudah lulus hukum dan dilantik menjadi asesor,” terang Joko.
Namun, saat ini keempat asesor tersebut bila nanti gedung telah digunakan baru dapat melakukan assemen untuk jenjang jabatan pelaksana. Untuk assesmen jabatan seperti pengawas dan administrator perlu tahapan berjenjang.
“Assesor kita ini baru boleh meng-ACC pelaksana (staf). Untuk pengawas dan administrator belum boleh karena jenjangnya belum ke level itu, itu yang pertama,” urainya.
Joko menyinggung, jika lembaga UPT trlah terbentuk pihaknya juga akan mengajukan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mendapat sertifikasi dan penilaian akreditasi.
“Yang kedua, lembaga UPT kita belum terbentuk. Setelah terbentuk kita harus lakukan sertifikasi, akreditasi ke BKN,” singgungnya.
Terkait waktu penyelesaian, Joko menyebutkan bahwa durasinya tergantung proses di internal dan tingkat kesulitan tahapan yang dilalui.
“Tergantung kita, tapi sulit juga karena tahapannya masih berproses,” ujarnya.
Mengenai apakah nanti saat Gedung Assemen Center dioperasikan dapat menghasilkan pendapatan untuk daerah, Joko menyatakan hal itu belum bisa. Namun paling tidak, keberadaan asesmen center dapat menghemat biaya pelatihan.
“Pendapatan mah belum, cuma efisiensi mah iya. Biasanya kita harus kirim orang ke Bandung, ke LAN, sekarang kita punya tempat sendiri kan nggak bayar. Berarti nggak harus keluar uang,” paparnya.
Ia menyatakan, jika Pemkot ingin membuka layanan asesmen untuk daerah lain, akreditasi minimal B atau A dari BKN tetap menjadi syarat utama.
“Tapi kalau untuk tempat asesmen bagi daerah lain, tadi harus terakreditasi minimal B atau A, arah ke depannya ke sana kaya Bandung, Jogja,” jelasnya.
Ia menyatakan, saat ini jika melihat sisi sarana dan prasarana, gedung asesmen dinilai cukup untuk dioperasikan.
“Sementara cukup, di ruang asesmen ada 20 unit (komputer). Itu kalau dua jam untuk sekali asesmen, sehari bisa 3/4 minimal, bisa 60 atau 80 kalau 4 sesi. Satu sesi 20 orang (20 unit),” pungkasnya. (Ronald/Red)