DPRD Kota Cilegon yakni Komisi I dan IV menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait permasalahan penutupan jalan warga Perbukitan Cisuruh-Gunung Penawen, Senin (15/8/2022). Dalam RDP tersebut turut hadir DPUTR Kota Cilegon dan pengelola PLTU Unit 9-10 yakni PT Indo Raya Tenaga (IRT). Foto Ronald/Selatsunda.com

CILEGON, Selatsunda.com – Aksi puluhan warga dari berbagai lingkungan yang tinggal di Perbukitan Cisuruh, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon yang belum lama ini turun ke jalan mempertanyakan penutupan akses jalan imbas aktivitas pekerjaan proyek PLTU Unit 9-10 dibawa ke Gedung DPRD Kota Cilegon.

Pada Hari ini, Senin (15/8/2022), DPRD Kota Cilegon lewat dua komisi yakni Komisi I dan IV menggelar rapat dengar pendapat (RDP) yang turut menghadirkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUTR) Kota Cilegon dan pengelola PLTU Unit 9-10 yakni PT Indo Raya Tenaga (IRT).

Dalam RDP tersebut terungkap berbagai hal yang diresahkan warga. Mulai dari penutupan akses jalur utama tempat mereka tinggal, ketidak layakan jalan pengganti yang baru hingga munculnya polemik atas surat dikeluarkan oleh Pemkot Cilegon terkait penghapusan aset jalan Kelapa Tujuh-Cipala.

Salah satu perwakilan warga, Jemari yang juga Ketua RT 05 RW 05 Lingkungan Gunung Penawen mengatakan, aspirasi yang warga bawa ke DPRD Cilegon bukan tanpa sebab. Kata Jemari, aksi warga turun ke jalan awalnya dipicu adanya pemasangan spanduk penutupan jalan. Warga keberatan jalan ditutup, karena akses jalan pengganti yang baru (Lingkungan Buah Dodol) dinilai tidak layak untuk dilintasi. Kata Jemari, kalau jalan pengganti tersebut sangat terjal dan berbahaya. Apalagi saat mengangkut material ke perbuktian warga malah diberatkan karena harus menambah ongkos angkut.

“Kami sebagai masyarakat merassa keberatan dengan relokasi jalan yang tidak mulus, berbelok-belok, berbelit-belit, terjal. Biasanya kalau pakai mobil 3 ton (angkut material dengan jalan lama), akan tetapi 1,5 ton dengan (jalan pengganti yang baru) timbul ongkosan,”ungkapnya.

Kemudian, kata Jemari, warga juga dibuat resah dengan penutupan jalan akibat aktivitas proyek pekerjaan PLTU Unit 9-10 dilingkungan mereka. Di mana polemik yang berkembang jalan ditutup tidak sementara karena di lokasi ada alat berat.

“Disana itu ada bahasa (jalan) ditutup sementara, Hari Senin (sebelum warga aksi)-lah. Akan tetapi sebelumnya itu tidak ada (ditutup) sementara. Inilah masyarakat kaget, saat (warga aksi) sudah ada action eskavator,” tuturnya.

Kemudian, kata Jemari, pihak IRT selaku pelaksana yang mengerjakan pekerjaan aktivitas PLTU 9-10 juga dinilai tidak pernah mengajak bicara pihak pemerintah setempat khususnya Kelurahan Lebak Gede maupun Kecamatan Pulomerak.

Baca juga  Hendak Sandar di Pelabuhan Merak, KMP Trimas Fadhila Diduga Terseret Arus Senggol MT Gas Sofia

Ia selaku perwakilan warga meminta agar masalah-masalah yang dipersoalkan warga dapat dibicarakan dengan baik dan dicarikan solusi. Bilamana jalan lama mau direlokasi, maka jalan baru terlebih dahulu dapat dibuat dengan layak.

“Maka dari itu saya memohon masalah-masalah yang ada disana, bikin jalan yang bagus,” tuturnya.

Salah satu perwakilan warga menyampaikan aspirasi dalam rapat dengar pendapat

Sementara itu, perwakilan warga lainnya, Ahmad Wahid turut mempertanyakan keterkaitan permasalahan tersebut dengan surat Dinas PUPR yang baru-baru ini beredar di masyarakat terkait pengalihan akses jalan lama ke jalan baru yang dibangun IRT.

Dalam surat tersebut dengan mempertimbangkan permohonan IRT disebutkan jalan lama dapat dialihkan ke jalan pengganti yang baru.  Surat juga menyebutkan, Pemkot menghapus Ruas Jalan Kelapa Tujuh-Cipala (Nomor Ruas Jalan 135) dan telah menetapkan Surat Keputusan Walikota Cilegon tentang Status Jalan Kota Cilegon.

Kata Wahid, warga kian khawatir dengan surat yang menegaskan penghapusan Ruas Jalan Kelapa Tujuh-Cipala. Di mana warga berbagai lingkungan yang tinggal di Perbukitan Cisuruh dan Gunung Penawen mengkawatirkan akses jalan utama mereka sepanjang 3,5 kilometer terancam jika dihapuskan.

“Khawatir ini ada salah prosedur, yang mengusulkan dari kelurahan itu keliru. Makanya ini harus diluruskan. Kalau mau di perbaiki, diperbaiki. Kalau mau di ruislag, silakan di rusilag. Kalau mau diganti jalan, silakan diganti. Tapi jalan ini jangan sampai di hapus,” tegasnya.

Sementara, Deputi General Manajer IRT, Kardi menjelaskan, pengalihan jalan sementara dari jalan lama (seberang Mako Polairud) ke jalan baru di Lingkungan Buah Dodol dimaksudkan untuk aktivitas proyek PLTU 9-10 berupa pemotongan jalan dan pemasangan terowongan. Ia menyatakan, aktivitas itu tidak membuat jalan ditutup permanen melainkan hanya sementara. Aktivitas proyek dikerjakan kurang lebih 6-7 bulan.

“Jadi selama 6-7 bulan, akan kita alihkan sementara,” tuturnya.

Kardi yang baru sebentar mempresentasikan paparan aktivitas pekerjaan PLTU 9-10 langsung diinterupsi warga. Pembahasan tersebut kemudian berjalan alot. Baik Komisi I dan IV turut angkat bicara. Seperti yang diungkapkan Anggota Komisi IV, Erick Rebiin soal sejarah awalnya jalan masyarakat terbangun.

Politisi Partai NasDem ini mengungkapkan, jalan lama yang berada di seberang Mako Polairud tersebut terbangun sekitar 2003 dan dibangun berkat swadaya masyarakat. Harusnya semua pihak menghargai itu karena jalan dibangun oleh warga sendiri yang dimulai dengan jalan setapak warga.

Baca juga  Semarakan Natal, Oikumene Kanwil DJP Banten Gelar Bakti Sosial di Lapas Serang

Kata dia, saat ini polemik muncul di masyarakat bukan lagi soal pengalihan jalan dari jalan lama ke jalan baru. Tetapi kekhawatiran muncul atas penghapusan akses jalan oleh pemerintah karena aset jalan dianggap warga telah diklaim IRT. Kata dia, hal inilah dikhawatirkan warga sehingga muncul polemik.

Maka dari itu, Erick meminta agar ada kesepakatan yang dibuat IRT dengan warga terkait jaminan jalan masyarakat setempat. Ia tidak menginginkan masalah yang terjadi malah berlarut-larut. Akses jalan warga harus dijamin pemerintah bukan malah merasa terancam.

“Jangan sampai itu enak-enak lalu lalang warga, tiba tiba ditutup karena milik IRT, warga bisa marah. Ini yang menjadi masalah,” tuturnya.

Ketua Komisi I DPRD Cilegon, Hasbudin kemudian menyimpulkan RDP. Politisi PAN ini meminta agar pihak IRT dapat memperbaiki jalan baru sesuai keinginan warga.

“Jadi nanti IRT, ngobrol dengan pak RT atau masyarakat, di lapangan, kemudian ditunjuk (yang diperbaiki). Kalau ada yang terjal, itu wajar (diperbaiki). Dan IRT tadi siap (menyanggupi perbaikan),” ujarnya.

Kemudian pihaknya juga meminta agar Dinas PUPR mengkaji ulang surat terkhusus penghapusan akses jalan yang ada dalam surat tersebut. Menurutnya, bunyi dalam surat tersebut menimbulkan polemik di masyarakat.

“Makanya saya minta ke pemerintah dalam hal ini Kadis PU itu, itu diperbaiki. Tidak perlu ada penghapusan walaupun hanya ruas 135, dari jalan raya depan Airud sampai simpangan. Nah itu tidak perlu ada kalimat penghapusan,” tuturnya.

Sementara, Kepala Dinas PUPR Cilegon, Heri Mardiana mengaku, jalan baru yang dibangun IRT dinilainya sudah bagus saat dilakukan peninjauan lapangan oleh pihaknya.   Terkait dengan bunyi dalam surat menyangkut penghapusan jalan, pihaknya akan meninjau ulang isi surat. Namun kata dia, yang dihapus itu bukan sepanjang Jalur Kelapa Tujuh-Cipala seperti polemik yang beredar di masyarakat. Jalan yang ihapus hanya sekitar 50 meter.

“Surat itu Kepala Tujuh-Cipala, tapi ada ruas 135. Jadi ruas itu menunjukan titik-titiknya, jadi ruas itu hanya sekitar kurang lebih 50 meter,” pungkasnya. (Ronald/Red)