
CILEGON, SSC – DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Banten meminta agar pemerintah dapat memproteksi pengusaha truk di daerah khususnya Banten. Hal ini disampaikan Ketua DPD Aptrindo Banten, Saiful Bahri menyikapi banyaknya industri yang mulai mengepakkan bisnis menjalankan anak usaha di bidang logistik.
Ketua Aptrindo Banten Saiful mengatakan, usaha di bidang logistik khususnya bergerak di usaha tracking di Banten, memang saat ini sangatlah bergeliat. Namun, seiring dengan geliat itu, malah muncul permasalahan.
Kata Saiful, masalah itu terkait dengan banyak perusahaan/industri di luar Banten atau perusahaan asing membuka anak usahanya berusaha yang sama seperti yang dijalankan perusahaan angkutan barang atau perusahaan tracking.
“Sebetulnya geliat lebih baik, hanya permasalahan sekarang yang menjadi permasalahan bersama, banyak perusahaan dari luar dari Banten dan perusahaan asing. Di Korea bawa gerbong, ada sister company kaya Chandra dan sebagainya, KS dengan (perusahaan) logistiknya. Itu yang membuat kita nggak bisa bergerak lebih besar lagi. Potensi (usaha tracking)-nya luar biasa,” ujarnya usai kegiatan Silaturahmi dan Koordinasi Aptrindo Banten di Kota Cilegon, Kamis (22/6/2023).
Saiful mengungkapkan, munculnya perusahaan itu membuat perusahaan pengangkutan barang di bawah naungan Aptrindo sulit untuk berusaha atau masuk ke industri. Karena industri langsung memberikan pekerjaan ke perusahaan yang menjadi anak usahanya.
“Contohnya begini, Korea bawa gerbong, rata-rata harus lewat dia (anak usaha industri), jadi kita ngga bisa direct langsung, banyaknya yach. Jadi mereka (industri) itu nggak akan kasih, mereka kasih ke sister company atau grup mereka. Itu yang menjadi blundernya,” paparnya.
Oleh karena masalah tersebut, pihaknya meminta agar pemerintah dapat memproteksi perusahaan pengangkutan daerah. Pihaknya mendorong agar pemerintah dapat membuat suatu regulasi yan pro dengan pengusaha daerah.
“Makanya perlu ada regulasi tentang memproteksi pengusaha daerah. Kalau tanpa regulasi, kita teriak, mereka bebas. Regulasi itu lah yang harus dilakukan baik pergub, perda. Tanpa regulasi, mereka akan terus bermain leluasa,” terangnya.
Terkait dengan kegiatan koordinasi dengan stakeholder yang dilaksanakan, Saeful menyinggung pentingnya konsolidasi dengan seluruh stakeholder. Salah satu yang penting dibahas terkait bagaimana perusahaan tracking dapat menjalankan mengangkut logistik dengan aman.
“Salah satunya selain konsolidasi kita sharing tentang masalah safety, kemudian juga dikatakan BPTD, kita duduk bersama tentang safety driving sama defensive driving. Karena kita prihatin juga banyak anggota kita beli truk, tapi sopirnya saling bajak-bajakan. Jumlah truk banyak tapi tidak diimbangi dengan ketersediaan jumlah sopir. Akibatnya yach itu tadi, asosiasi harus kolaborasi dengan stakeholder,” tandasnya.
Sementara, Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan menjelaskan, terkait dengan permasalahan angkutan logistik yang ada di Indonesia saat ini memang Logistic Performance Index (LPI) Indonesia, turun. Padahal pemerintah telah membangun infrastruktur dan Pelabuhan dimana-mana. LPI yang turun, kata Tarigan, tentu harus diperbaiki.
“Logistic Performance Index kita anjlok terus. Padahal pemerintah sudah membangun infrastruktur dimana-mana, pelabuhan dibangun dimana-mana. Tapi nilai kita rating turun, didunia. Nah ini tentunya ada yang perlu diperbaiki,” ungkapnya.
Ia menyatakan, untuk keluar dari masalah tersebut maka perlu serius untuk melakukan perbaikan. Diantaranya perusahaan tracking harus melancarkan arus logistik.
“Pertama kelancaran logistik, kalau sopirnya masih teriak terus macet pak, pungli pak, ini pak, itu menurunkan (indeks) rating kita. Karena performa indeks itu adalah persepsi orang luar, persepsi bank dunia. Jadi itu harus kita perbaiki sekarang,” ujarnya.
Sejauh ini, fasilitas logistik yang disediakan pemerintah sudah baik. Pengaturannya perlu dibuat lebih baik lagi.
Namun, Tarigan menyinggung, LPI turun juga berkaitan dengan adanya kebijakan pemerintah menetapkan cuti dadakan. Menurutnya, kebijakan yang mendadak menganggu bisnis logistik.
“Terutama mengenai libur dadakan. Itu menganggu sekali. Eksportir sudah ada perencanaan mengirim barang, tahu-tahu itu di setop. Itu yang membuat persepsi menurun,” pungkasnya.
Ia menyatakan, kebijakan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah berimbas pada angkutan truk. Di mana biasanya seiring kebijakan itu truk dilarang melintas, karena pemerintah memprioritaskan masyarakat yang berlibur dan menyeberang. Hal ini tentu merugikan pengusaha truk. Karena pengangkutan logistik yang telah direncanakan, tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
“Ya pasti (rugi). Karena schedule ini sudah tertata baik. Kemudian tiba-tiba ada instrumen larangan ke kita,” pungkasnya. (Ronald/Red)