Calon Walikota Cilegon nomor urut 4, Helldy Agustian menunjukan Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) saat debat publik di salah satu televisi nasional. (Foto Screenshoot Dokumentasi)

CILEGON, SSC – Penyebaran Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) yang diduga dilakukan Paslon Nomor urut 4, Helldy Agustian-Sanuji Pentamarta menjadi perhatian publik. Bahkan dikabarkan, materi dugaan pelanggaran kecurangan tersebut telah diadukan Paslon nomor urut 2, Ratu Ati Marliati- Sokhidin ke Bawaslu Kota Cilegon.

Pakar Hukum di Banten, Asep Busro yang menyikapi masalah tersebut menilai  sebaran KCS yang dilakukan Paslon Helldy-Sanuji bukan bentuk dugaan pelanggaran tindak pidana. Menurutnya, penyebaran tersebut adalah janji politik layaknya paslon yang menyampaikan visi-misi dan program saat berkontestasi dalam setiap pilkada.

“Tetapi apabila hal yang disampaikan dengan KCS, secara hukum saya mengklasifikasikan ini bukan sebagai money politik, atau masuk dalam unsur tindak pidana pemilu. Tetapi ini masuk dalam program, atau yang menjadi visi misi calon kepala daerah,” ungkapnya, Kamis (17/12/2020).

Janji politik dengan kartu seperti KCS, dinilainya tidak berbeda dengan yang dilakukan paslon di daerah lain. Bahkan janji politik dengan kartu juga dilakukan oleh Presiden Jokowi, kala maju menjadi Capres pada 2019 lalu.

“Kalau kita komparasi kan dengan prgram calon lainnya, contohnya pak Jokowi (Calon Presiden RI 2019) dalam menerbitkan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, hal ini sama. Kalau ini bagian dari dugaan politik, berarti sama. Jadi ini tidak bisa diklasifikasikan dengan money politik atau tindak pidana,” paparnya.

Baca juga  Selama Lebaran, Volume Sampah di Cilegon Naik Hingga 15 Persen

Mengenai pembagian KCS diduga dilakukan dimasa tenang yang secara aturan tidak dibolehkan, kata dia, hal itu harus dilihat secara utuh dan komprehensif. Dia selaku praktisi hukum tidak bisa berandai-andai untuk menilai sesuatu perkara tanpa klarifikasi.

“Harus klarifikasi, apakah saksi benar, dari dokumentasi digital dan sebagainya. Saya pikir, itu akan menjadi domain dari Bawaslu, kita serahkan. Kalau memang ada paslon yang keberatan ingin melakukan langkah hukum, seharusnya mengambil langkah laporan ke Bawaslu. Kita berikan kewenangan ke Bawaslu untuk mengklarifikasi itu, apakah ada pelanggaran atau tidak,” pungkasnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Paslon Nomor Urut 2, Agus Rahmat menyatakan, pembagian KCS yang dilakukan oleh paslon 4 bukanlah masuk dalam kategori janji politik.

Menurutnya, pembagian KCS diduga sebagai bentuk kecurangan. Karena pembagiannya terdapat perikatan. Perikatan yang dimaksud antara kedua belah pihak baik paslon dan pemilih bukan terkait kartu saja.
Namun, menurutnya, ada tindak lanjut berikutnya yakni tim paslon 4 dalam membagikan KCS mengumpulkan KTP dan mengisi formulir pemilih.

Baca juga  Tingkatkan Retribusi, Perusahaan yang Gunakan  Tenaga Kerja Asing di Cilegon Dikumpulkan

Karena itulah, ada dugaan iming-iming dan bujuk rayurayu sebagaimana bertentangan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2019 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota pada pasal 73 ayat 1 dan ayat 2. Di mana dalam ayat tersebut, kata Agus, pasangan calon atau tim sukses dilarang untuk memberi janji-janji atau iming-iming untuk mempengaruhi pemilih.

“Jadi dimana letak mempengaruhi pemilihnya, dengan memberi janji itu. (Pemilih) akan mendapatkan janji ini itu, bukan berhenti disitu saja dengan mengisi formulir dan memberikan KTP dan KK. Artinya ada tindakan berkelanjutan untuk melegalkan fungsi dari kartu itu. Sehingga orang, karena ada iming-iming dan janji itu, dia (pemilih) memilih itu,” tuturnya.

Menurut Agus, laporan yang dilayangkan pihaknya kepada Bawaslu sekitar 25 aduan bukanlah persoalan kalau atau menang. Bukan juga terkait hasil perolehan perhitungan suara atau money politic.

Tetapi, pelaporan KCS lebih kepada adanya unsur dugaan kecurangan yang dilakukan paslon 4 yang menurutnya bertentangan dengan UU.

“Jadi proses penegakan hukum itu harus ditegakkan,” bebernya. (Ronald/Red)