CILEGON, SSC – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cilegon menyatakan, bencana banjir yang belum lama iniĀ menerjang beberapa wilayah di Kota Cilegon, disebabkan oleh beberapa hal.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cilegon, Tb Dendi Rudiatna mengatakan, banjir di Kota Cilegon terjadi karena banjir air hujan kiriman. Banjir akibat curah hujan yang tinggi mengakibatkan air hujan meluap dan berdampak ke pemukiman warga.
Dendi tak menampik saat ini saluran-saluran sungai yang ada di Cilegon masih banyak saluran bentukan alam.Ā Ia mengungkapkan saluran bentukan alam jika tanpa dibuatkan tembok pembatas tanah (TPT) memiliki potensi air meluap atau longsor cukup tinggi.
“Saat ini saluran masih berbentuk saluran alam, saluran tanah. Dampaknya adalah ancaman limpasan tinggi, ancaman longsor juga tinggi,” ucap Dendi ditemui di lokasi Pembangunan Kantor Dinas Sosial Cilegon, Selasa (17/12/2024).
Kemudian ia juga menyebut banjir meluap dari saluran sungai/kali karena banyak terdapat sumbatan sampah.
“Sampah itu banyak, ketika banjir menyumbat saluran terutama gorong-gorong seperti di daerah Kadipaten. Itu sampahnya menumpuk, kiriman banjir. Ini penyebab banjir,” ucapnya.
Dalam upaya pengendalian banjir, kata Dendi, pihaknya saat ini telah membangun sebanyak 9 TPT di Cilegon.
“Kita saat ini membangun 9 titik kegiatan TPT di sungai di Cibeber, pembangunan saluran TPT, tingginya hampir 3 meter,” ujarnya.
“Jadi memang, beberapa saluran memang perlu dibuat secara permanen dan jangan lagi saluran alam,” sambungnya.
Kemudian pihaknya juga tengah membangun tandon di wilayah Kelurahan Bulakan. Hal itu dilakukan untuk pengendalian banjir secara jangka panjang.
“Saat ini kita tengah membangun tandon Bulakan, ini mencegah banjir di Citangkil. Sehingga kiriman air dari atas ditampung sementara di tandon tersebut,” papar Dendi seraya menjelaskan jumlah tandon di Cilegon ada sebanyak 5 tandon.
Terkait upaya normalisasi sungai, kata Dendi, pihaknya telah melakukan hal itu jauh sebelum ada kejadian bencana. Namun normalisasi tidak dilakukan secara keseluruhan karena keterbatasan anggaran. Normalisasi sungai dilakukan hanya di titik-titik prioritas yang rawan banjir.
“Normalisasi sudah kita lakukan sebelum kejadian bencana. Kita sudah melakukan normalisasi di Merak dan Memaksa. Kemudian normalisasi di daerah Samandaran. Hanya memang karena keterbatasan anggaran harus sesuai prioritas penanganan,” ucapnya.
Dendi mengaku, upaya normalisasi juga tidak bisa menyeluruh karena ada beberapa saluran sungai bukan kewenangan pihaknya. Seperti saluran yang berada di belakang Laguna dan Kranggot merupakan kewenangan Pusat.
“Cilegon memang banyak juga, ada beberapa saluran yang bukan kewenangan kita. Seperti saluran di belakang Laguna, itu saluran Pamerayan, kewenangannya di Pusat. Saluran di Kranggot itu juga kewenangan pusat, sehingga kami tidak bisa action konstruksi. Kita sudah bersurat juga (ke Pusat) rapat dengan BWS juga sudah, kita minta lakukan normalisasi,” ungkap Dendi.
Dendi berharap, masyarakat juga dapat mbantu berpartisipasiĀ dengan tidak membuang sampah sembarangan. Kemudian pihaknya juga meminta agar Dinas Lingkungan Hidup juga dapat saling berkoordinasi terutama kaitan pengangkutan sampah.
“Oleh karena itu perlu ada partisipasi warga, perlu ada lintas sektor dengan dinas LH yakni dengan menyediakan tempat pembuangan sampah sementara di pusat-pusat pemukiman diharapkan warga tidak membuang sampah terutama sulit terurai,” harapnya. (Ronald/Red)