Sabtu, 17 Mei 2025

Terdampak Debu Batu Bara Dari Industri, Warga Tegal Ratu Ngadu ke DPRD Cilegon

CILEGON, SSC – Warga Lingkungan Lijajar, Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan mengadu ke Kantor DPRD Kota Cilegon, Kamis (21/11/2024). Mereka datang mengadukan  persoalan dampak debu batu bara dari industri di sekitaran tempat mereka tinggal.

Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat yang diinisiasi Komisi IV DPRD Kota Cilegon. Pada RDP tersebut selain warga, hadir Lurah Tegal Ratu, Bahroni dan Camat Ciwandan Agus Ariyadi.

Salah satu warga Lijajar, Naser meminta agar Pemkot Cilegon dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan DPRD Cilegon mendalami persoalan polusi bedu batu bara yang berasal dari industri. Selama tinggal 20 tahun di Lingkungan Lijajar, warga selalu merasakan pencemaran debu batu bara dari industri yang lokasinya tidak jauh dari tempat mereka tinggal.

“Sebelum ada industri kami tidak seperti ini. Tapi semenjak ada industri kami merasakan pencemaran udara dari industri. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah dan DPRD menyelesaikan pencemaran udara ini. Bukan berarti ada CSR semua aman dan semua diam. Jangan sampai mediasi ini terjadi lagi. Kalau mau buat tim pengawasan, semua harus dilibatkan. Mulai dari masyarakat, RT, RW hingga masyarakat pun harus dilibatkan,” kata Naser dalam RDP tersebut.

Senada dengan Naser, Tokoh Masyarakat Lijajar, Abdul Muhit mengungkapkan terdapat 900 jiwa di Lingkungan Lijajar yang terkena dampak polusi udara dari batu bara yang dihasilkan industri.

“Kita masyarakat merasa didzolimi dikasih debu tiap hari. Dari mulai anak bayi, hingga orang dewasa, nenek-nenek semua mengisap debu.  Efek negatif nya semua kena,” ujarnya.

Baca juga  Verifikasi Rampung, Sebanyak 99 Kendaraan Dinas yang Tidak Layak di Cilegon Siap Dilelang

Karena itu, sambung Muhit, pihaknya meminta agar industri menganti bahan bakar batu bara dengan yang lain. Atau meminta agar dibuatkan buffer zone yang jaraknya 3 kilometer dari industri.

“Kami meminta diganti bahan bakarnya, atau kami minta dibuatkan buffer zone. Karena memang undang-undangnya ada buffer zone 3 KM dari industri itu. Yang terdekat itu industri SUJ karena angin itu biasanya dari barat dan itu ketika ada angin jadi banyak debunya. Bukan cuma ketika ada angin, tiap detik juga ada,” jelas Muhit.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Cilegon, Ahmad Aflahul Aziz mempertanyakan tanggung jawab pihak industri dengan adanya kejadian debu batu bara yang mencemari warga. Usai RDP dengan DPRD ini, ia meminta, pihak industri bisa mencari win-win solution untuk warga.

“Kami pertanyakan di mana letak tanggung jawab industri? Semestinya, pihak industri mencari win-win solusi akibat pencemaran udara ini. Stok batu bara ini apakah izinnya sudah selesai? Artinya, jangan-jangan bapak-bapak ini melakukan operasi dengan menggunakan batu bara tapi tidak memikirkan masyarakat,” geram Aziz.

Dalam hal ini, Komisi IV akan terus memperjuangkan apa yang menjadi persoalan yang paling dasar terhadap masyarakat.

“Artinya kita meminta kepada industri mudah-mudahan ini menjadi solusi yang kongkrit, apa yang tadi sudah disampaikan. Ini hanya masalah birokrasi saja, mudah-mudahan nanti sambil kita dorong KSI juga bisa melaksanakan buffer zone atau pembebasan lahan, saya kira itu solusi konkrit dan mudah-mudahan bisa dibicarakan oleh jajaran dari industri,” pungkasnya. (Ully/Red)

Redaksi Selatsunda
Redaksi Selatsundahttps://selatsunda.com
Sajian informasi dikemas dengan tulisan berita yang independen

Related Articles

- Advertisement -DEWAN 2

Latest Articles

error: Content is protected !!