Sejumlah mahasiswa IPNU melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Serang, Rabu (26/8/2020). Foto Istimewa

SERANG, SSC – Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) Kota Serang melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Pendidikan, Kota Serang, Rabu (26/8/2020). Dalam aksi, mereka mengkritisi sejumlah kebijakan Dindik terkait Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di mana implementasinya masih menimbulkan masalah bagi siswa.

Pimpinan IPNU Cabang Kota Serang Samsul Bahri menyebutkan, Dindikbud dalam menerapkan PJJ tidak melakukan evaluasi terhadap dua metode pembelajaran baik dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring).

Menurutnya, metode daring tidak bisa dijalankan seluruh siswa, sebab masih ada yang terkendala kuota dan kepemilikan handphone. Sementara metode luring ditemukan guru di dua sekolah dasar yakni di Kecamatan Taktakan dan Serang malah meminta pungutan untuk biaya fotokopi tugas kepada siswa.

“Kami berharap, Dindik melakukan evaluasi terhadap sistem pembelajaran. Karena kita tidak tahu, covid-19 akan sampe kapan,” kata Samsul Bahri kepada awak media, Rabu (26/8/2020).

Baca juga  Perdana, 50 Orang Warga Cilegon Dapat Kuliah Gratis di Universitas Terbuka Serang

Oleh sebab itu, mahasiswa meminta agar Dindikbud mengeluarkan kebijakan memecahkan solusi atas masalah-masalah yang terjadi.

“Dindikbud seharusnya berkoordinasi dengan Diskominfo, untuk membuka titik WiFi bagi pelajar yang tidak punya kuota. Selain itu, perlu koordinasi dengan Komisi II DPRD Serang,” tandasnya.

Mahasiswa dalam orasinya juga menyinggung guru dan pelajar yang belum melaksanakan rapid test. Mereka mendesak jika Kadindikbud, Wasis Dewanto tidak becus bekerja serius dengan kebijakan yang terarah sebaiknya mundur dari jabatannya.

“Kalau tidak serius bekerja, ya mundur saja. Kebijakannya kok tidak serius, main-main,” paparnya.

Menyikapi itu, Kadindikbud, Wasis Dewanto mengungkapkan, patut dijelaskan bahwa PJJ baik daring dan luring adalah pilihan siswa dan orangtua. Siswa jika tidak memungkinkan belajar daring dipersilakan dengan alternatif luring.

“Ketik ada wilayah yang memang, dukungan operator-operatornya kurang (sinyal buruk), kemudian fasilitas orang tua terbatas, kami menerapkannya tidak daring kami menerapkannya luring,” tutur Wasis.

Baca juga  Soal Layanan Arus Mudik Lebaran di Pelabuhan Merak Kisruh, Ketua Gapasdap Togar Buka Suara

Sementara, terkait penyediaan fasilitas pembelajaran, lanjut Wasis, masing-masing sekolah sudah diarahkan menggunakan dana bos. Baik pembelian masker, disenfektan, ataupun kuota internet. Namun ia mengakui jika besaran dana bos masing-masing sekolah bervariatif. Tiap sekolah memberikan fasilitas kepada siswa berbeda-beda.

“Saya kira perlu melibatkan banyak pihak, seperti Diskominfo. Kami berharap temen-temen meminta langsung ke Diskominfo untuk penyediaan jaringan internet di beberapa titik daerah,” tandasnya.

Terkait mahasiswa meminta mundur dari jabatannya, Ia enggan mengomentarinya. Menurutnya harus ada alat ukur yang menilainya tidak layak duduk sebagai Kadindikbud. Sejauh ini, kata dia, justru banyak masyarakat mengapresiasi karena membuat kebijakan sekolah tatap muka.

“Saya nggak mau komentar masalah itu, no comment. Begini saja, kamu senang sama saya, ya, tergantung kamu,” pungkasnya. (SSC-03/Red)